Aice Mochi Vanila
Ekonomi & Pariwisata

Aice Group Produksi Es Krim Kekinian

  • “Konsumsi es krim per kapita kita maksimal masih di sekitar 0,75 liter per tahun, sedangkan estimasi konsumsi yang mature berada di atas 2..."
Ekonomi & Pariwisata
Mei Leandha

Mei Leandha

Author

JAKARTA – Pertumbuhan industri es krim di Indonesia dalam setengah dasawarsa terakhir sedang moncer-moncernya. Jumlah produsen berlipat, titik penjualan pun mengalami hal yang sama. Sebagian pengamat dan pelaku industri memperkirakan produk Fast Moving Consumer Goods (FMCG) ini akan memasuki fase modernisasi dalam beberapa tahun ke depan.

Juru Bicara sekaligus Brand Manager Aice Group Sylvana menjelaskan, industri es krim sedang mengalami pertumbuhan produksi sekaligus penjualan yang cukup tinggi di lima tahun terakhir. Perusahaannya dalam tiga tahun terakhir telah membangun dua pabrik baru berskala cukup besar. Pada 2018, membangun pabrik modern dengan konsep factory visit di Mojokerto, Jawa Timur. Produsen Aice Mochi ini sebelumnya sudah memiliki pabrik pertama di Bekasi, Jawa Barat dan terakhir membangun pabrik di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sei Mangkei di Sumatera Utara.

“Aice Group melihat pasar es krim Indonesia masih akan tumbuh cukup besar. Konsentrasi perusahaan saat ini adalah penguatan kemampuan produksi untuk memenuhi permintaan dalam dan luar negeri yang tumbuh. Pipeline investasi kami  
sudah sesuai dengan pencapaian di pasar dan roadmap bisnis kami,” kata Sylvana beberapa waktu lalu dalam keterangan persnya.

Menurut laporan profil industri dari marketline memperlihatkan bahwa laju pertumbuhan majemuk (CAGR) periode 2015-2019 mengalami pertumbuhan CAGR 10,4 persen. Volume konsumsi pasar juga meningkat dengan CAGR 6,3 persen periode yang sama mencapai 105,3 juta kilogram pada 2019.

Gambaran positif tersebut mewakili keseluruhan industri es krim di Indonesia. Seperti diketahui, es krim memiliki beberapa bentuk produk di pasar. Ada es krim artisan berbahan dasar susu dan air, es krim impuls porsian berbentuk cone dan lapis cokelat sampai es krim multi porsi dan kue turunannya.

Secara makro, Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) juga memberikan gambaran yang positif. Industri ini dinilai tahan krisis, termasuk pandemi. Pada kuartal dua tahun lalu, industri makanan dan minuman masih tumbuh 0,22 persen di tengah kontraksi ekonomi -5,32 persen. 

"Industri makanan dan minum positif di kuartal 3-2020 tumbuh 0,66 persen. Perkiraan kami akhir 2020 ditutup tumbuh 1 persen," kata Wakil Ketua Umum Bidang Kebijakan Publik GAPMMI Rachmat Hidayat.

Aice Group merasakan pertumbuhan  positif di masa sangat sulit ini. Adanya pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di beberapa wilayah serta penurunan konsumsi makanan dan minuman di luar rumah menjadi faktor  
penekan pertumbuhan semua industri makanan dan minuman.

"Kami bersyukur masih mendapatkan pertumbuhan positif pada tahun awal pandemi. Meski ada koreksi atas proyeksi penjualan akibat penurunan konsumsi, namun di pertengahan tahun lalu kami menjalankan contigency plan. Akselerasi atas penjualan di warung kami nilai seirama dengan anjuran pemerintah untuk berada di rumah saja. Konsumen tidak perlu ke pasar atau modern market. Banyak warung yang dekat rumah menyediakan kebutuhan es krim dengan prokes yang tetap jalan,” kata Sylvana.

Visi produksi es krim masa depan

Besarnya pasar es krim dan peluang pertumbuhan di masa depan menjadi insentif utama Aice Group. Saat masuk ke Indonesia beberapa tahun lalu, Aice Group sudah memperhitungkan besaran dan pertumbuhan pasar tersebut. 150 hingga 200 juta konsumen potensial bagi produk es krim membuat munculnya strategi pemasaran yang sukses dijalankan beberapa tahun terakhir.

Strategi inovasi produk dan kekuatan poin penjualan yang masif di semua wilayah Indonesia menjadi kunci Aice menempati posisi dominan di pasar es krim saat ini. Dua variabel tersebut yang membuat Aice menjadi pionir dalam merevolusi tradisi konsumsi es krim dengan sangat cepat.

Jika dulu es krim diposisikan oleh produsen sebagai barang mewah dan hanya dekat dengan momen khusus konsumen, Aice membongkar kemapanan tersebut dengan strategi volume massal dan harga jual yang terjangkau.

Strategi esktensifikasi tersebut dinilai oleh Pakar Pemasaran Harryadin Mahardika sebagai kunci penting pemain di industri ini dalam membangun daya saing yang unik dan kuat beberapa tahun ke depan. Konsumsi es per kapita yang masih sangat kecil dibandingkan dengan negara berkembang lain dilihatnya menjadi latar belakang yang kuat atas strategi pemasaran Aice Group di Indonesia.

“Konsumsi es krim per kapita kita maksimal masih di sekitar 0,75 liter per tahun, sedangkan estimasi konsumsi yang yang mature berada di atas 2 hingga sekitar 4 liter per kapita. Tentu masih banyak ruang bagi produsen untuk meningkatkan produksinya,” kat pria yang aktif sebagai pengajar di Universitas Indonesia ini.

Adin juga menjelaskan bahwa tren milenial yang lebih kompleks dan masif dalam mengonsumsi produk ini membuat produsen harus membuat strategi bisnis dan pemasaran yang dinamis.

“Es krim di masa depan akan bukan hanya sekedar rasa yang enak dari susu dan flavor. Es krim akan hadir dalam banyak unique selling point-nya. Es krim yang berkomposisi sehat, yang mudah dikembangkan dalam berbagai kreasi kuliner dan berbagai keunikan lainnya akan dibutuhkan pasar di masa depan,” sebutnya.

Senada dengannya, Sylvana mengakui bahwa tantangan di masa depan adalah menjaga kinerja penjualan ritel mereka tetap tumbuh positif sekaligus melakukan inovasi dalam produksinya. Menurutnya, infrastruktur yang mengaplikasi teknologi robotik dan standar tinggi higienis dan kualitas terbaik menjadi visi Aice Group di Indonesia.

“Visi produksi yang kami aplikasi di tiga pabrik modern Aice. Es krim yang inovatif memiliki improvisasi kekinian atas bentuk dan varian, kualitas es krim dengan kandungan sehat dari bahan baku terbaik dan teknologi canggih, serta rasa  
yang enak membuat ceria dan rileks,” katanya.

Dia mencontohkan varian Aice Mochi sebagai bentuk kekuatan produk yang inovatif. Kulit mochi kenyal yang dirasakan konsumen adalah hasil dari inovasi pengolahan yang cukup high-end. Adonan kulit ditumbuk selama ribuan kali untuk mendapatkan kulit mochi dengan tekstur dan kekenyalan sempurna.

Aice Mochi juga diproduksi dari bahan baku pilihan. Cara pengolahan yang sesuai dengan resep tradisional tersebut akhirnya mampu menghasilkan kulit yang kenyal dan alami ketika dinikmati konsumen.

“Aice Mochi adalah produk favorit, memenuhi kebutuhan personalisasi dari banyak konsumen milenial. Bisa dijadikan makanan penutup yang dikombinasi dengan kreatifitas menjadi dessert di kafe dan resto,” ujar Sylvana.

Selain Mochi-nya, Aice juga piawai membuat banyak inovasi yang tak kalah unik dan sangat disukai konsumen di produk lainnya. Aice menjadi menjadi produsen pertama yang menjual es krim dengan rasa dan bentuk jagung di Indonesia.

Aice Jagung sangat disukai konsumen karena lapisan kulit jagung yang sangat mirip dengan jagung asli. Kulit Aice Jagung dinilai konsumen lebih wangi dan memiliki aroma smoked di bagian kulit. Inilah yang membuat rasanya klop dengan isian es krim rasa jagung saat lumer di mulut konsumen.

“Mungkin berbagai langkah bisnis dan pemasaran Aice dinilai banyak pihak sebagai cara yang baru dan super inovatif. Tapi sesungguhnya visi modernisasi Aice berawal dari nilai-nilai yang sederhana dan selalu diterapkan selama ini. Ada empat huruf yang mewakili empat nilai inti Aice. A untuk kualitas grade A atau terbaik. I untuk inovasi. C untuk cheerful atau ceria dan E untuk share atau berbagi ke seluruh masyarakat Indonesia,” pungkasnya. [Me1]