Ilustrasi IWD
Medan Insight

Gelar IWD, ASB: Kawal Implementasi UU TPKS

  • Survei pengalaman perempuan pada 2024 yang dilakukan Kementerian PPPA bersama BPS menyebut, satu dari empat perempaun usia 15-64 tahun pernah mengalami kekekerasan fisik selama hidupnya
Medan Insight
Mei Leandha

Mei Leandha

Author

MEDAN - Pasca disahkannya Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) Nomor 12 Tahun 2022, implementasinya masih jauh dari harapan. Padahal, kehadirannya mampu melindungi korban saat memperjuangkan haknya.

Hal ini terungkap pada peringatan Internasional Women's Day (IWD) yang digelar Aliansi Sumut Bersatu (ASB). Bertajuk: Jejak Rumah Aman Peduli Puan Memperjuangkan Keadilan "Kisah Inspiratif Mengadvokasi TPKS di Sumatra Utara, yang dirangkai dengan peringatan hari ulang tahun ASB ke-19 di sekretariatnya, Jalan Bunga Kantil, Padangbulan, Kota Medan.

Hadir sebagai narasumber: Kepala Bidang Perlindungan Perempuan dan Perlindungan Khusus Anak Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (PPPAKB) Sumut Roima Harahap, Ketua Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI) Sumut Khairunnisak Lubis dan Direktur ASB Ferry Wira Padang.

Wira menyebut, ASB melalui Rumah Aman Peduli Puan aktif melakukan pendampingan sejak 2016. Tercatat ada 75 kasus Kekerasan Berbasis Gender (KBG) yang ditangani sejak 2022.

"Total dampingan kasus sampai Maret ini, 75 kasus. Dari jumlah tersebut, 28 korban mengakses layanan Rumah Aman Peduli Puan," katanya, Sabtu (8/3/2025).

Kasusnya beragam mulai dari pelecehan seksual, pencabulan, Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), pemerkosaan, Kekerasan Seksual Berbasis Elekatronik (KSBE), Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), perundungan sampai Femisida. 

Para korban yang mengakses layanan Rumah Aman Peduli Puan, tidak hanya disediakan tempat tinggal sementara, juga mendapat pendampingan hukum (litigasi nonlitigasi), konseling dan dukungan psikologis.

"Berdasarkan pengalaman mendampingi kasus, ada satu catatan penting yaitu memastikan UU TPKS terimplementasi dengan baik, demi memastikan terpenuhinya hak korban," kata Wira.

Pihaknya berhasil mendapatkan hak restitusi secara litigasi di Pengadilan Negeri (PN) Lubukpakam. Pelaku mendapat hukuman pidana 12 tahun penjara. “Ini menjadi pengalaman pertama yang mengacu pada UU TPKS,” ucapnya.

Roima mengakui, pasca disahkannya UU TPKS pada Mei 2022, implementasi di lapangan belum optimal karena berbagai faktor, salah satunya sumber daya yang terbatas. Pihaknya terus melakukan sosialisasi agar unit-unit pelayanan mengetahui regulasi ini. Saat ini, dari 33 kabupaten dan kota di Sumut, baru 26 yang memiliki Unit Pelayanan Perlindungan Perempuan dan Anak.

"Unit pelayanan ini, bagian dari komitmen pemerintah hadir memberi perlindungan," katanya.

Berdasarkan data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) 2024, di Sumut terdapat 1.822 kasus yang terlaporkan. Rinciannya perempuan dewasa 823 orang, sisanya anak. Survei pengalaman perempuan pada 2024 yang dilakukan Kementerian PPPA bersama BPS menyebut, satu dari empat perempaun usia 15-64 tahun pernah mengalami kekekerasan fisik selama hidupnya.

"Sumut menjadi provinsi keempat kasus kekerasan seksual. Kami terus mendorong, sosialasasi agar membentuk desa ramah perempuan peduli anak. Ini upaya pencegahan untuk menurunkan angka kasus kekeresan seksual di Sumut," ujar Roima.

Khairunnisak menyebut FJPI Sumut awalnya hadir untuk mendampingi jurnalis perempuan yang menjadi korban kekerasan. Namun seiring berjalannya waktu, berkembang sampai IRT, pelajar dan perempuan pekerja. Saat mendampingi korban, prosesnya tidak selalu lancar. Sering korban di tengah perjalanan advokasi memilih mundur.

“Ini tantangan kami. Harapannya diskusi ini menemukan solusi dan berkolaborasi mendampingi korban,” katanya.