
Kongres Ke-6 Hapsari: Perkuat Gerakan Perempuan Akar Rumput
- Hapsari lahir dari warisan rejim orde baru dan penghancuran organisasi perempuan independen kala itu
Medan Insight
MEDAN - Himpunan Serikat Perempuan Indonesia (Hapsari) adalah organisasi perempuan independen berbasis keanggotaan. Terdiri dari komunitas-komunitas perempuan akar rumput yang mengalami pemiskinan, diskriminasi dan kekerasan oleh sistem secara struktural maupun kultural dan perempuan yang peduli akan hal itu. Mereka dilayani untuk mendapat manfaat program, khususnya dalam mengakses peningkatan kapasitas dan sumber daya.
Hapsari dibangun dan dibesarkan oleh aktivitas diri anggotanya. Selama ini, seluruh energi dan aksi berdasarkan komitmen sukarela anggota dan pengurus di komunitas. Inilah karakteristik unik yang juga tercermin di bottom-up organisasi dalam membentuk jaringan antar komunitas perempuan yang otonom, bahwa kepemimpinan terdiri dari perempuan akar rumput itu sendiri.
Cikal bakal Hapsari dimulai pada 1990 dengan Sanggar Belajar Anak bernama “Harapan Desa Sukasari” yang kemudian menjadi akronim Hapsari dan dinotariskan menjadi Yayasan pada 1997. Sebagaimana nasib mayoritas rakyat dan perempuan Indonesia waktu itu, Hapsari lahir dari warisan rejim orde baru dan penghancuran organisasi perempuan independen kala itu, yang kemudian digantikan dengan paham ibuisme negara sebagaimana disebut Julia Suryakusuma.
- Pertamina Patra Niaga Regional Sumbagut Gelar Vendor Day 2023
- SPBU Nelayan Deliserdang Diresmikan, Pangkas Operasional Melaut Sampai 60 Persen
- Jadi Central Hub di Asia pada 2030, PAG Tandatangani DCA dengan AEC
Paham yang mengawinkan feodalisme dan kapitalisme. Negara mengkonstruksikan perempuan sebagai pekerja domestik dan menjadikannya angkatan kerja kapitalisme yang tidak dibayar. Karena “di rumah saja, hanya membantu suami mengurus rumah”.

Hapsari memulai pengorganisasian dengan prinsip persaudaraan sesama perempuan atau sisterhood yang terkandung dalam prinsip dan nilai solidaritas serta kepedulian terhadap persoalan-persoalan yang dialami perempuan. Terus merawat semangat untuk bergerak dan mengubah karena situasi sosial dan tradisi patriarki masih sangat kuat hingga hari ini. Dari kongres ke kongres, Hapsari membangun kaderisasi kepemimpinan dan meletakkan mandat membangun gerakan perempuan akar rumput di komunitas dan berpusat pada perempuan.
Perubahan iklim, gender dan kekerasan terhadap perempuan
Perubahan iklim, gender dan kekerasan terhadap perempuan merupakan fokus utama Hapsari. Perubahan iklim membawa dampak berbeda kepada perempuan dan laki-laki yang disebabkan peran berbeda secara sosial, ekonomi dan budaya. Secara spesifik, perubahan iklim membawa dampak lebih kuat kepada kelompok miskin dan rentan dibanding kelompok berpendapatan menengah. Perempuan adalah kelompok paling miskin dan paling rentan.
Hasil kongres
Kongres keenam Hapsari dilaksanakan pada 24–26 Agustus 2023 di Pantai Cermin, menghantarkan pada usia 26 tahun. Selain terus menumbuhkan dan memperkuat gerakan perempuan akar rumput, Hapsari ikut mengubah sosial budaya, ekonomi dan politik yang berkeadilan di Indonesia, sekaligus memperkuat gerakan perempuan nasional.

Kongres tidak mengubah visi dan misi, malah mempertajam rumusan program strategis organisasi yaitu: memperkuat akses dan aset sumberdaya penghidupan yang berkelanjutan bagi perempuan, memperkuat sistim kaderisasi dan kepemimpinan perempuan akar rumput, serta memperkuat jejaring untuk akses dan dukungan sumberdaya bagi organisasi dan program.
Kepengurusan baru
Kongres keenam juga memilih kepengurusan baru. Ketua Dewan Pengurus Hapsari periode 2023–2018 yang baru adalah Asriyanti, menggantikan Lely Zailani, didampingi Sekretaris Istuti Leili Lubis dan Bendahara Suindrawati. Ketua Pelaksana Harian (KPH) yang baru adalah Sri Rahayu, menggantikan Riani, Sekretaris Erwita Poetri Annisa dan Tugiana. Rubini serta Florida Susan sebagai anggota pelaksana harian.
Prinsip persaudaraan sesama perempuan untuk bergerak dan mengubah, dewan pengurus membentuk kelompok pakar atau tim ahli yang mempunyai disiplin ilmu dan berbasis pengalaman puluhan tahun di bidangnya. Mereka bertugas memberi dukungan keahlian atau substansi kepada dewan pengurus dan pelaksana harian.

Kelompok ini dilembagakan dengan nama Dewan Ahli yang dipimpin Lely Zailani dengan keahlian organisasi dan kepemimpinan perempuan akar rumput. Anggotanya adalah: Hairani Siregar (kesejahteraan sosial, gender dan inklusi sosial), Rurita Ningrum (analisis anggaran), Riani Dimas (pengorganisasian akar rumput), Henny Rahayu (pengorganisasian dan advokasi kebijakan), Rusmawati (pemberdayaan masyarakat dan desa).
