
Sepanjang Januari-September, Bayi yang Diimunisasi Hanya 35.84 persen
- "Saya ingin memastikan dulu ke Dinas Kesehatan Kota Medan apakah program itu bisa dilaksanakan atau tidak. Kenapa? Ketika kami sebagai anggota dewan untuk menyosialisasikan imunisasi ternyata..."
Medan Insight
MEDAN - Capaian program imunisasi zero dose di Kota Medan masih memprihatinkan. Berdasarkan data Aplikasi Sehat IndonesiaKu (ASIK) untuk Imunisasi Dasar Lengkap (IDL) untuk bayi usia 11-29 hari, dari tahun ke tahun persentasenya semakin jeblok.
Data IDL 2023, jumlah bayi yang diimunisasi hanya 60.09 persen, pada 2024 naik menjadi 73.65 persen. Namun di 2025, mulai Januari sampai September, bayi yang diimunisasi hanya 35.84 persen.
Begitu juga dengan Imunisasi Baduta Lengkap (IBL) untuk anak usia 12-24 bulan. Pada 2023, bayi usia 2 tahun yang diimunisasi hanya 16,23 persen, tahun berikutnya meningkat sedikit yakni, 55.08 persen. Pada 2025 dari Januari-September hanya 30,5 persen.
Tak kalah memprihatinkan imunisasi untuk anak sekolah yang dikenal dengan Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS) untuk siswa kelas satu sampai enam SD. Pada 2023 hanya 1,48 persen, pada 2024 naik 5.8 persen, dan 2025 hingga September kembali turun menjadi 2,52 persen.
- FSRU Lampung Terima Kargo LNG
- Tidur di Tempat Terang Ternyata Bisa Tingkatkan Risiko Penyakit Ini
- Deretan CEO Dunia dengan Gaji yang Sulit Dipercaya Nilainya
Menanggapi hal ini, Bendahara Fraksi NasDem DPRD Kota Medan dr Faisal Arbie M.Biomed menegaskan bahwa capaian imunisasi yang tidak sesuai dengan harapan tidak bisa menyalahkan pemerintah.
Kenapa? Begitu ada surat edaran dari sekolah-sekolah untuk memberi imunisasi atau vaksin kepada siswa TK dan SD, masih banyak orangtua yang menolak anaknya divaksin. Ada juga yang menanyakan apakah vaksinnya bagus atau tidak. Bahkan ada yang menuding bahwa vaksin yang akan diberikan sudah kedaluarsa.

"Kekhawatiran-kekhawatiran seperti itulah yang menyebabkan cakupan vaksin di Kota Medan sangat rendah," kata Faisal yang duduk di Komisi 3 DPRD Medan, Sabtu (1/11/2025).
Harapannya, lanjut anggota dewan dari Dapil 3 ini, pemerintah bisa menyosialisasikan melalui Dinas Kominfo bahwa gerakan imunisasi dilaksanakan secara masif dan dipastikan bahwa vaksin yang tersedia masih bagus dan terbaik.
Mantan wakil direktur RS Avicenna Labura pada 2015-2017 itu, belum berani menyosialisasikan terkait imunisasi saat dirinya sosialisasi Perda atau reses.
"Saya ingin memastikan dulu ke Dinas Kesehatan Kota Medan apakah program itu bisa dilaksanakan atau tidak. Kenapa? Ketika kami sebagai anggota dewan untuk menyosialisasikan imunisasi ternyata program di pemerintah belum dicanangkan atau belum dipersiapkan, itu seperti bumerang nanti kepada kami," ujar mantan Case Manager RS Siloam Dirgasurya Medan, itu.
"Kami akan berkoordinasi dulu dengan pemerintah untuk sinergikan program imunisasi dengan program pemerintah. Jika pemko Medan siap, kami juga siap menyosialisasikan ke seluruh dapil saat reses maupun sosper," tegasnya.
Diakui Faisal, berdasarkan keterangan kader Posyandu di dapilnya, orangtua si balita tidak punya waktu membawa anaknya untuk imunisasi. Kader sampai jemput bola mendatangi rumah-rumah warga.
"Kami hanya bisa menyarankan, tidak bisa memaksakan. Sebab jika dipaksakan akan muncul dinamika. Karena mereka bekerja dan tidak punya waktu membawa anaknya imunisasi," ucapnya.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Kota Medan Pocut Fatimah Fitri tidak memungkiri banyak orangtua dari anak yang seharusnya mendapat "asupan imunisasi" menolak. Terutama di daerah pinggiran seperti Medandenai, Medanamplas dan beberapa kecamatan lainnya.

"Alasannya, diduga terpengaruh hoaks atau ada kampanye negatif di tengah masyarakat, saya pun tidak tahu," ujar Pocut yang dihubungi melalui telepon genggamnya, Senin (3/11/2025).
Sesuai arahan Pak Walikota Medan Rico Waas, lanjut Pocut, Dinkes akan melibatkan ulama untuk sosialisasi Imunisasi. "Saat ini sedang dikonsep surat edarannya agar bisa segera terealisasi," kata Pocut.
Rendahnya capaian imunisasi tersebut, petugas Puskesmas pun sudah lelah menghadapi masyarakat. Bahkan dokter anak sudah keliling ke-21 kecamatan agar ibu yang punya anak ikut mengimunisasikan anaknya.
"Tapi belum juga naik presentase anak yang diimunisasi," ujar Pocut.
Orangtua anak banyak yang menolak. "Anak kami tidak usahlah diimunisasi. Padahal, yang menolak itu saat bayi juga diimunisasi oleh ibunya," kata Pocut menirukan penolakan para orangtua bayi.
Saat ibu yang enggan membawa anaknya imunisasi lahir, cakupan imunisasi Indonesia justru bagus. "Begitu dia punya anak, entah kenapa anaknya tidak diimunisasikan. Saya pun heran. Entah dari manalah pengaruh negatif masuk, sampai seperti itu berubah pendapatnya. Jika memang imunisasi tidak bagus, tentunya dia korban duluan sebab dari kecil sudah diimunisasi ibunya," katanya lagi.
Menurut Pocut, cakupan Imunisasi turun pasca Covid–19. "Pokoknya habis Covid-19, cakupan imunisasi turun. Mungkin saat Covid-19-kan banyak vaksin seperti jadi prasyarat. Sebagian masyarakat yang anti imunisasi dan anti pemerintah semakin jadi. Kita sebagai petugas yang menjalankan program menjadi repot karena pendapat yang salah itu," katanya.
"Mau imunisasi di sekolah, petugas bisa enam, tujuh kali datang, muridnya 200 orang. Tapi yang mau imunisasi hanya enam sampai tujuh orang saja," pungkasnya.
