Profesor Toni Toharudin
Nasional & Internasional

Toni Toharudin, Mantan Kernet Angkot yang Sukses Sabet Gelar Profesor

  • "Saya menjadi kernet setiap hari saat pulang sekolah hingga larut malam, imbalannya bukan gaji, tapi saya tidak perlu membayar SPP sekolah..."
Nasional & Internasional
Canyon Gabriel

Canyon Gabriel

Author

hallomedan.co - Mun Keyeng Tangtu Pareng artinya: bila kita bersungguh-sungguh maka cita-cita akan tercapai. Inilah motto hidup yang mengantarkan Toni Toharudin sukses menyabet gelar Profesor bidang Ilmu Data Sains di Universitas Padjajaran di tahun ini. Akan menjalani pengukuhan gelar pada Agustus 2023 nanti. 

Motto ini menjadi spesial bagi Toni, karena ia sendiri tak pernah membayangkan cita-citanya bisa tercapai. Hal ini dikarenakan Toni bukan berasal dari keluarga dan lingkungan akademisi. Di masa kecilnya, pria kelahiran Tasikmalaya 1 April 1970 ini, adalah seorang kernet angkutan kota (angkot) di kota kelahirannya. 

"Semasa SMP, saya menjadi kernet angkot trayek 04 jurusan Kota Tasikmalaya ke Kecamatan Mangkubumi. Rutenya masih ada hingga saat ini. Tapi sejak kecil saya selalu bercita-cita menjadi guru. Jadilah saya bekerja menjadi kernet setiap hari saat pulang sekolah hingga larut malam, dengan imbalan bukan gaji, tapi saya tidak perlu membayar SPP sekolah. Alhamdulillah cita-cita kini tercapai, bahkan diberi kesempatan menjadi guru besar," kenang Toni dalam Webinar SEVIMA, Sabtu (24/6/2023).

Berjuang keras untuk terus belajar

Bekerja telah menjadi keseharian Toni di masa kecil. Sejak masih menjadi murid di Sekolah Dasar, putra bungsu dari enam bersaudara pasangan Mahmud dan Aik Karmini ini kerap membantu sang ayah berjualan tembakau keliling ke toko-toko, maupun menjajakan roti buatan sang ibu ke sekeliling Kampung Sambong Tengah yang terletak di Kecamatan Mangkubumi, Kota Tasikmalaya. 

Walaupun keuntungan dari berdagang tak seberapa, kedua orangtua mengajarkan Toni dan kakak-kakaknya untuk memprioritaskan menabung demi pendidikan. Bahkan keluarga rela makan dan hidup seadanya, asalkan anak-anaknya tetap bisa bersekolah. 

"Jadi kenapa saya bercita-cita menjadi guru, karena dididik oleh orangtua saya ke arah situ. Pendidikan bagi kami sangat berharga dan akan mampu mengubah keadaan," ungkapnya. 

Perjuangan melanjutkan pendidikan semakin berliku karena di kelas 5 SD, sang ayah meninggal dunia. Toni beserta kakak-kakaknya harus mencari nafkah dengan berbagai macam cara agar tetap bertahan hidup dan bersekolah. Dari situlah perjalanan Toni menjadi kernet angkot dan berbagai profesi lainnya dimulai hingga 1989, saat Toni telah lulus SMA dan hendak mendaftar perguruan tinggi. 

"Di 1989, saya mendaftar kuliah, dan saya merasa harus kuliah dan diterima di perguruan tinggi negeri. Karena kalau kuliah di swasta saya tidak sanggup membayar. Keinginan saya sangat kuat, karena jika saya tidak kuliah, mungkin saya akan tetap menjadi kernet angkot atau bekerja di kampung seperti sebelumnya," kata Toni. 

Dengan semangat belajar dan izin Tuhan, Toni berhasil menjadi mahasiswa S1 Statistika Universitas Padjajaran di 1989, lulus sarjana di 1984 dan setahun kemudian mulai menjadi dosen di Universitas Padjajaran.

Kerja serabutan

Sudah menjadi dosen bukan berarti akhir dari perjuangan Toni. Ia masih bercita-cita untuk terus mengenyam pendidikan demi mengubah nasib. Kesempatan sebagai dosen ia manfaatkan untuk terus melakukan penelitian, sampai suatu saat meneliti bersama Johan HL Oud dan Kai Welzen, dua profesor asal Belanda, yang membukakan kesempatan padanya untuk melanjutkan studi non-degree, magister, hingga doktoral di Belgia dan Belanda dengan beasiswa pemerintah maupun biaya sendiri. 

Karena beasiswa pemerintah jumlahnya terbatas, Toni juga harus bekerja keras selama kuliah di kawasan Eropa. Pekerjaan seperti mencuci piring di kantin, mencuci botol di pabrik, hingga menjadi peserta uji coba obat-obatan, pernah ia lakoni demi sesuap nasi di perantauan.

"Bahkan beberapa kali di kelas saat kuliah saya mengantuk karena harus kuliah dari pagi hingga sore, lalu dari jam 9 malam hingga jam 5 pagi harus bekerja," kenang Toni.

Sepulang studi dari Eropa pada 2010, didikan orangtua Toni terbukti. Pendidikan berhasil merubah nasibnya. Di 2013, Toni dipercaya menjadi anggota Badan Akreditasi Nasional Sekolah dan Madrasah (BAN-SM), sebagai lembaga pemerintah yang bertugas menjamin mutu pendidikan di puluhan ribu sekolah se-Indonesia. Pada 2018, Toni juga didapuk sebagai kepala badan tersebut, dan kini juga memperoleh kepercayaan sebagai Anggota Majelis Pendidikan Dasar Menengah dan Pendidikan Non Formal di Pengurus Pusat Muhammadiyah. 

Perjalanan hidup yang penuh dengan perjuangan tersebut terbukti membuat karakter Prof Toni Toharudin yang gigih, ulet dan memiliki semangat juang yang tinggi. Kini nasib sang mantan kernet angkot berubah, bahkan mencapai prestasi sebagai seorang profesor. Oleh karenanya kepada para pelajar yang masih berjuang untuk berkuliah,  Toni mengajak terus semangat. 

"Jangan pernah menyesali kegagalan karena Allah subhanahu wa ta'ala selalu memberikan jalan yang terbaik. Mari kita terus percaya, mun keyeng tangtu pareng," ucapnya.